Senin, 21 Desember 2009

Perubahan Iklim VS Pelestarian Hutan di indonesia



Gambar : Hutan di Indonesia

sumber : http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=8163




Babak baru skenario global tentang antisipasi perubahan iklim dunia mulai digelar. Nusa Dua Bali sontak ramai oleh aktifis lingkungan hidup dan utusan anggota PBB dari 189 negara. Dalam pertemuan akbar yang dijadwalkan pada tanggal 3-14 Desember 2007 yang menjadi perbincangan adalah permasalahan iklim dunia yang kian memprihatinkan.

Gambar : Kebakaran Hutan akibat ulah manusia

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB yang bertajuk United Nation Framework Conventioan of Climate Change kali ini merupakan tindak lanjut dan upaya pembaharuan Protokol Kyoto. Diperkirakan iklim global akibat emisi gas buang akan semakin memburuk dan tidak akan terkendali pada tahun 2012. Dari itu, PBB telah mengagendakan UNFCCC yang merupakan hasil rekomendasi Protokol Kyoto sebelumnya. Bahasan utama dalam perhelatan itu adalah bagaimana cara mengatasi peningkatan emisi gas akibat penggunaan teknologi industri secara tidak terkendali. Agenda lanjutan UNFCCC ini juga sudah direncanakan akan di gelar tahun 2008 di Polandia dan tahun 2009 di Denmark.

Indonesia sebagai tuan rumah UNFCCC hendaknya dapat memanfaatkan momen ini sebagai ajang untuk merumuskan permasalahan lingkungan terutama hutan Indonesia yang semakin gundul. Iklim global yang memburuk akibat emisi gas buang limbah industri tidak akan semakin parah jika saja fungsi hutan (function of forest) dapat dipulihkan. Sayangnya, jangankan pelestarian hutan, negara-negara industri seperti Amerika, Australia dan Uni Eropa malah semakin memperburuk keadaan dengan tidak menyepakati Protokol Kyoto yang telah mengatur usaha pengurangan emisi efek rumah kaca. Pasalnya, walaupun India, China termasuk Indonesia dan beberapa negara lain menyepakati Protokol Kyoto dan menerapkannya, ini tidak akan berdampak hasil secara optimal. Karena Amerika sebagai emitan (penghasil emisi) terbesar tidak mau menyepakati Protokol Kyoto.

Walaupun Indonesia komitmen mengupayakan pelestarian hutan yang dapat mereduksi 20 persen emisi totalnya, jika Amerika tidak ikut mensukseskan Protokol Kyoto maka usaha penyelamatan dunia dari perubahan ilkim akan sia-sia. Belakangan Australia telah komitmen akan meratifikasi Protokol Kyoto. Menyusul lagi, Uni Eropa bertekad menurunkan emisi karbon dioksida (CO2) hingga 25-40 persen di bawah tingkat emisi tahun 1999 pada 2020 nanti. Ini setidaknya menjadi kabar baik untuk kemajuan program PBB itu. Jika saja Amerika Serikat sebagai emitan dan polutan terbesar segera menyepakati Protokol Kyoto, maka kecemasan akan perubahan iklim global tahun 2020 sampai tahun 2050 dapat teratasi. Sekali lagi, Amerika adalah salah satu penentu suksesnya upaya antisipasi perubahan iklim global.

Menunggu Momen Penyadaran

Belakangan, di Amerika Serikat sendiri permasalahan perubahan iklim kian disoroti. Kalangan LSM yang hadir dalam UN-FCCC memperkirakan isu perubahan iklim akan sangat dominan di politik lokal Amerika Serikat terutama dalam pemilu presiden mendatang. Alden Meyer, direktur strategi dan kebijakan Union of Concerned Scientists (UCS), sekali waktu di sela sidang UNFCCC mengatakan, politik AS akan diwarnai persaingan kemampuan mengemukakan isu perubahan iklim.

Dalam kampanye Pemilu presiden AS nanti permasalahan perubahan iklim ini akan menjadi bagian isu strategis kampanye. Hemat penulis, fenomena ini akan menjadi pertanda baik bagi proses penyadaran dari pihak AS untuk secara kongkrit dapat mengejawentahkan harapan masyarakat dunia. Pasalnya, Bush yang incumbent Presiden AS akan berusaha memenuhi tuntutan masyarakatnya tentang antisipasi perubahan iklim. Tentunya, jika ini terjadi maka dapat dipastikan AS akan setuju dan mau menandatangani Protokol Kyoto. Maka agenda PBB tentang antisipasi perubahan iklim akan menuju keberhasilan. Semoga saja demikian. Sembari kita menunggu momen penyadaran AS, yang walaupun disinyalir sarat akan nilai politik lokal, Indonesia juga harus tetap komitmen terhadap perencanaan Prtokol Kyoto dan rekomendasi UNFCCC Bali nantinya.

Saatnya Indonesia Beraksi

Gambar : Perubahan Iklim dan Pemanasan Global

Harapan kita, masyarakat dunia harus meningkatkan kesadaran akan perubahan iklim yang mengancam ini. Dan ketika nantinya semua negara dunia sudah secara sadar mau komitmen untuk mensukseskan agenda sadar lingkungan ini, maka Indonesia harus mulai sekarang sudah menggagas rancangan yang serius untuk isu perubahan iklim global. Di satu sisi, hutan yang sudah gundul tidak mudah untuk memperbaikinya. Tapi setidaknya ada komitmen yang kuat dari Indonesia untuk menanggulangi permasalahan yang ada, terutama masalah hutan. Sekali lagi, pemanasan global (global warming) tidak lagi menjadi permasalahan, ketika memang semua negara secara sadar mau komitmen. Menurut perkiraan dan data PBB, Amerika dan negara maju lainnya sudah harus menekan gas karbonnya hingga 70 persen pada tahun 2050.

Selama ini Indonesia yang terikat pinjaman luar negeri terkesan tidak berkutik permasalahan pelestarian hutan. Uni Eropa selalu saja memiliki ruang intervensi untuk permasalahan hutan Indonesia. Mari kita tunjukkan pada dunia luar bahwa kita serius dan peduli terhadap permasalahan lingkungan. Sudah saatnya Indonesia berani berdiri di atas kaki sendiri dengan menagih komitmen dunia luar untuk menyelamatkan dunia dari kerusakan lingkungan yang berakibat pada perubahan iklim. Mulai dari yang kecil, mulai dari diri kita sendiri, dan mulai dari sekarang.

Tidak perlu menunggu AS sadar untuk menyelamatkan bumi. Mari kita yang mulai. Karena sekecil apapun usaha yang kita lakukan tentu akan berbuah hasil jika dikerjakan dengan serius dan komitmen. Tinggal lagi, pemerintah harus dapat secara benar mengelola sumber daya alam yang ada untuk kepentingan Indonesia dan dunia. Sudah saatnya Indonisia merancang pembangunan yang berorientasi kepada kepentingan lokal tanpa menegasikan kepentingan global. Jangan nantinya ketika pohon hutan terakhir sudah di tebang baru kita sadar, uang tak dapat dimakan dan menyelamatkan manusia. Walaupun belakangan Menteri Kehutanan MS Kaban menyatakan tidak sepakat terhadap 'jeda' penebangan hutan, setidaknya keputusan-keputusan yang diambil negara ini nantinya dapat dipikirkan dengan analisis yang logis.

Hemat penulis, Indonesia harus melakukan beberapa kebijakan lokal untuk pembangunan Indonesia demi kepentingan Indonesia dan dunia. Upaya-upaya yang setidaknya dapat dilakukan antara lain:

Melakukan pemetaan (maping) ulang terhadap potensi hutan Indonesia untuk kemudian diberdayakan secara optimal dan proporsional yang berbasiskan keseimbangan lingkungan. Merancang teknologi yang dapat mereduksi emisi yang berpotensi terhadap kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global. Merancang teknologi ramah lingkungan dengan cara pembangunan berbasis alam (natural based).Menegakkan hukum lingkungan secara tegas dengan menerapkan hukum berbasis lingkungan (law based on environment). Terakhir, semoga Indonesia dapat meningkatkan martabat bangsa melalui program penyelamatan dunia. Dan mudah-mudahan manfaat hutan tidak hanya dapat dinikmati oleh cukong saja. Karena anak-cucu kita nanti juga butuh udara yang segar dan sehat. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar